Budaya gotong royong memang sangat kental dalam masyarakat
timur, salah satunya adalah dalam acara nugal, musim kemarau adalah saat
musim nugal, yaitu acara menanam padi di ume(huma) talang yang
dilakukan secara bergotong royong dengan cara melubangi tanah dengan
alat tugal kemudian di isi dengan benih padi, dalam satu hari biasanya
ada dua atau tiga ume yang di tugal, tiap anggota keluarga biasanya
dibagi-bagi menyebar untuk ikut masing masing ume.
Pertama kali
saya ikut nugal ketika disuruh Nyai ikut nugal ngambek ari di ume Mang
Romli, sistem ngambek ari seperti arisan, dalam kasus ini Nyai sebagai
peserta arisan mendapat undangan dari orang yang
mengadakan acara nugal,
kalau pada hari yang sama Nyai mendapat undangan dari tiga orang,
sangat tidak mungkin Nyai memenuhi ketiga undangan tersebut maka Nyai
akan mengirim orang sebagai wakilnya.
Orang orang yang
membantu nugal di ume Mang Romli berbeda-beda kepentingannya, selain
sanak keluarganya yang membantu menyiapkan kince, orang yang ngambek ari
seperti saya, ada juga orang yang bayar nugal yaitu orang yang sudah
lebih dulu mengadakan acara nugal dan Mang Romli (atau wakilnya) nugal
ngambek ari pada orang tersebut, sehingga dia berkewajiban membayarnya
dengan cara balas nugal.
Selain kelompok yang tersebut diatas ada
juga peserta tak resmi, yaitu para bujang gadis yang mencari pasangan.
Biasanya yang punya hajat sengaja mendatangkan keluarga atau teman anak
gadisnya dari luar
kampung untuk
memancing datangnya peserta tak resmi tersebut, semakin cantik gadis
tersebut semakin ramai bujang yang datang.
Karena baru
pertama kali nugal, kulit telapak tangan saya langsung membengkak dan
berair yang akhirnya pecah terkena gesekan kayu tugal, namun kemudian
menjadi kapalan karena hampir setiap hari mengikuti acara nugal, baik
untuk ngambek ari maupun bayar nugal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar